TOKOH YANG MENGINSPIRASIKU…
S P O K (Soimah Pancawati Orang Kampung)
|
Soimah Pancawati atau yang lebih dikenal dengan nama Soimah merupakan artis
multitalenta Indonesia. Ia adalah anak dari pasangan penjual ikan Hadinarko dan
Kasmiyati yang lahir pada 29 September 1980 di Pati, Jawa Tengah. Soimah adalah
lima dari tujuh bersaudara. Keenam saudaranya antara lain Solihati, Solihin,
Sofiah, Sofiatun, Nur Laila dan Sinta Fitriani.
Soimah merupakan istri dari Herwan Prandoko.
Pernikahan yang terlaksana pada 2002 telah dikaruniai dua orang putra yaitu
Aksa Uyun Dananjaya dan Diksa Naja Naekonang.
Bakat seni telah mengalir dalam diri Soimah. Tantenya,
MM Ngatini, adalah istri dari pemilik padepokan tari Bagong Kussudiardjo yang
ada di Jogjakarta. Tantenya tersebut lah yang selalu menyarankan agar Soimah
bergaul dengan berbagai komunitas seni. Setelah lulus SMP, Soimah memutuskan
melanjutkan pendidikan di SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia) jurusan
karawitan. Kemampuan vokal Soimah menjadi alasan dia sering memenangkan lomba
kesenian seperti Juara 1 lomba nyanyi Bintang Karaoke Dangdut se Jateng-DIY,
Juara 1 Bintang Televisi dan Juara Dara Ayu.
Karir Soimah sebagai sinden semakin melambung ketika
dirinya bergabung dengan Jogja Hip Hop Foundation. Bersama komunitas seni
tersebut, Soimah menjalani tur dunia untuk yang pertama kalinya, pada 14 Mei
2011. Dari situlah ia memulai karir di dunia hiburan Indonesia. Karir
pertamanya di dunia pertelevisian terjadi di AnTV. Saat itu ia menjadi penyanyi
latar di acara "Seger".
Sosok Soimah tidak hanya terkenal karena suaranya.
Pembawaan kocak artis 33 tahun ini membuatnya seringkali didapuk menjadi
komedian. Selain itu, kepiawaiannya dalam melawak juga membuatnya mendapat
program talk show pribadinya, "Show Imah". Ia juga sering muncul di
televisi pada beberapa acara seperti "Indonesia Mencari Bakat",
"Comedy Project" dan "Opera Van Java".
ASAL
SOIMAH
“Semua
dimulai saat aku lahir pada tanggal 29 September 1980. Aku anak perempuan desa
yang lahir di kampung nelayan daerah pesisir pantai utara pulau Jawa. Nama
desaku Banyutowo, sebuah desa yang tenang dekat tempat pelelangan ikan, dan
rumahku hanya berjarak 100 meter dari bibir pantai. Banyutowo berjarak 45 Km
dari pusat kota Kabupaten Pati Jawa Tengah.
Namaku
Soimah Pancawati panggil saja aku Imah. Nama itu pemberian Mbah Modin, orang
yang dituakan di desaku. Keempat kakakku juga diberi nama oleh mbah Modin, dan
semua berawalan So, kakak sulungku bernama Solihati, kakak kedua Solihin,
ketiga Sofiah lalu Sofiatun, dan aku Soimah. Sejak Mbah Modin meninggal,
keluargaku kehilangan “So”, jadilah adikku bernama Nur Laila dan Sinta
Fitriani. Aku anak ke lima dari tujuh bersaudara, bapakku Hadi Narko seorang
pemain ketoprak tobong yang kemudian mengabdi menjadi carik desa di Banyutowo.
Ibuku Kasmiyati, perempuan tangguh yang sehari-hari berdagang ikan laut.
Sebagai
carik desa, ayahku adalah orang terpandang. Desaku adalah kampung nelayan yang sederhana,
dan aku hidup di lingkungan yang jauh dari kemewahan. Tapi keluargaku tidak
hidup dalam kekurangan, di rumahku ada tivi, dan itu menjadi barang “mewah” di
desaku. Setiap hari banyak orang di desaku yang numpang nonton tivi di rumah.
Ibuku sangat
galak, meskipun keluargaku tergolong hidup kecukupan untuk ukuran desaku, tapi
Ibu mengajarkan aku dan semua saudaraku tentang perjuangan hidup dan mengisinya
dengan kerja keras. Sekolah nomer dua, nomer satu adalah membantu orang tua,
begitu cara ibu mendidik aku. Dirumah sudah ada pembagian tugas, mulai dari
kerjaan dapur, nyapu, ngepel, dan cuci piring. Aku sudah terbiasa, dan itu kita lakukan secara bergiliran.
Sejak SD
aku terbiasa tidak menerima uang jajan, jarak dari sekolah ke rumah cukup
dekat, jadi kalau haus atau lapar tinggal pulang ke rumah. Tugas menggarami
ikan, membolak-balik ikan yang sedang diasapi adalah bagianku, bahkan tanganku
sampai merah karena sering terkena asap panas, badankupun setiap hari bau ikan.
Aku juga menyiapkan potongan blarak (daun kelapa kering) untuk membungkus ikan
pindang. Setiap hari aku bangun jam 3 pagi menyiapkan ikan untuk dijual ke
pasar, dan paginya aku pergi ke sekolah, setelah pulang sekolah aku istirahat
sebentar dan makan siang, kemudian kembali melakukan tugas rutinku bergelut
dengan ikan dan asap sampai jam 11 malam.
Aku tidak
punya waktu bermain seperti teman-teman sebayaku, waktuku lebih banyak untuk
bekerja membantu ibu mengolah ikan. Libur sekolah bukanlah hari istimewa buat
aku dan saudaraku, tapi justru saat cuaca kurang baik dan nelayan tidak ada
yang melaut, saatnya musim laut sepi, begitulah aku menyebutnya. Baru lah aku
terbebas dari pekerjaan mengolah ikan, dan libur yang sebenarnya telah datang,
aku bisa bermain sepuasku.
Di musim
laut sepi inilah ibuku berjualan nasi, dan biasanya di lapangan dekat rumahku
kedatangan rombongan ketoprak tobong yang selalu berpindah tempat seperti pasar
malam. Dan biasanya waktu itu bersamaan dengan upacara adat sedekah laut yang
berlangsung setiap tahun. Ibuku menyediakan nasi dan lauk pauk untuk rombongan
ketoprak tobong yang tinggal cukup lama di lapangan desaku. Setiap
berangkat sekolah, aku melewati area
tobong di sela-sela kursi penonton. Aku sering menemukan uang recehan yang
jatuh dari saku penonton di pertunjukan malam sebelumnya, dan itu membuat aku
ketagihan untuk berburu uang receh di sela-sela kursi penonton setiap pagi saat
aku berangkat ke sekolah.
Ketoprak
tobong menjadi pengisi waktu bermainku di saat kecil, aku biasa nonton
pertunjukan dari bawah panggung, dan tidak perlu bayar tiket. Hubungan
keluargaku sudah sangat dekat dengan rombongan pemain ketoprak tobong. Dan aku
mengenal pelawak Marwoto dan Mbok Beruk juga di lapangan dekat rumahku, saat
mereka ikut rombongan ketoprak tobong dari Jogja.
Di
kampungku para nelayan biasa menyalakan radio dengan suara yang cukup kencang,
dan musik yang disukai adalah musik gambus, orang-orang biasa menyebutnya musik
dangdut atau musik melayu. Dan aku sampai hafal banyak lagu dangdut karena
sering mendengarkan secara tidak sengaja, aku sering ikut menyanyi ngikutin
suara lagu dari radio itu. Kesukaanku iseng nyanyi, rupanya malah didukung sama
ibu.
Waktu itu
aku masih SD, setiap ibu nonton tivi bareng aku, ibu selalu bilang “Mbok kowe
ki mlebu tivi kuwi, dadi aku iso ndelok kowe” (Coba kamu itu masuk tivi seperti
itu, jadi aku bisa lihat kamu). Aku selalu merasa ibuku jahat saat aku kecil,
ibuku galak, aku harus bekerja keras disaat teman seusiaku asyik bermain. Tapi
sebenarnya ada doa yang kuat, yang aku sadari justru setelah beliau sudah tidak
ada.” (by:Soimah)
***
Sepenggal kisah dari seorang gadis pasar ikan
asal Banyutowo ini menjadi motivasi untuk kita semua, anak bangsa. Hormati
orang tua, terutama ibu. Segalak-galaknya orang tua itu mengajarkan yang
terbaik untuk masa depan anak-anaknya. Jika melakukan perintah orang tua
hukumnya wajib dilaksanakan serta ikhlas. Jangan menunda-nunda, karena itu akan
mempersulit diri. Saya jadi teringat akan kutipan ibu, “Elek-elek ngene sing
mertapakake sira!” artinya walapun sejelek apapun orang tua mereka adalah sosok
yang paling memperhatikan anaknya. Doa dan restunya sangat ampuh bagai air yang
menetes di padang gersang. Jangan seperti jambu menthe(kepala menthe di bawah,
kaki di atas) yang menjadi symbol anak kualat. Berprasangka baiklah terhadap
orang tua agar tak menyesal nantinya.
Mengenali dan terus mengembangkan potensi
diri dengan terus menekuni apa yang disuka. Seperti Soimah, dia suka seni dari
kecil maka terus berlatih dalam berkesenian.
Penanaman
kedisiplinan dan rutinitas pekerjaan rumah oleh orang tua sangat mendorong
anaknya menuju pintu kesuksesan karena pribadi seperti itu larut dengan
kebiasaan untuk bekal hidup masa depan agar tidak canggung dikejar waktu. Ibu
saya pernah bilang saat saya membantunya mengilas padi, “besok kalau jadi orang
sukses pekerjaan kaya gini tidak dikerjakan gak apa-apa, tapi juga jangan
melupakan pekerjaan seperti ini. Hidup itu berputar tak selamanya di atas,
harus siap siaga.” Memandang sukses masa depan memang penting tapi yang
terpenting bekal hiidup untuk siap siaga menghadapi kenyataan yang ada. Hal
terpenting lainnya adalah mandiri. Mandiri dalam hal apapapun dan buat
kedewasaan sesuai usia, dalam bahasa jawa dikenal istilah temua.
Tuhan pasti ada untuk kita, selalu mengiringi
langkah kita, mengetahui segala sesuatu yang masih tersembunyi yaitu masa
depan. Tataplah masa depan yang gemilang. Buatlah nyata.
“My Dream become true… I do believe with
struggle”.
MASA SEKOLAH SOIMAH
Selama masa kanak-kanak dia punya banyak teman.
Teman-teman yang sangat mengerti betul siapa itu Soimah. Soimah yang sekarang
kita kenal ternyata mempunyai masa kecil yang kelam penuh dengan liku-liku
apalagi disaat dia harus berjuang melawan kebodohan. Walaupun anak desa tapi
pendidikan tetap yang utama. Dua diantara teman-temannya adalah Wahyu Ratnasari(Yeye)
dan Puji Setya Ningrum.
Wahyu Ratnasari(Yeye)
Yeye adalah teman satu kampungnya.
Cerita Tentang Soimah oleh sahabatnya, Yeye.
Masa kecilnya benar-benar tidak punya waktu bermain.
Jam 1 pulang sekolah lalu jam 2 ikan dari pelelangan sudah datang dan ikan
harus digarami guna menyiapkan ikan itu untuk diasapi setelah itu pergi beli
kayu bakar yang digendong lumayan jauh. Setelah sampai rumah barulah mengasapi
ikan. Dari sekian banyak saudara memang dia yang paling rajin. Itu sampai kalau
dia lelah tidak berani bilang “capek” sama ibunya, kalau alasan: “buk saya mau
momong Sinta. Jadi saya mau momong sinta mau ngasih makan.” Lalu dia ke rumah
saya , jalan menggendong Sinta sambil membawa payung agar si adik tidak kena
terik matahari. Setelah sampai rumah saya, Saya yang momong dan nyuapin Sinta,
Dia tidur. Hebat ini..” (by: Mbak Yeye)
***
Soimah termasuk orang yang pandai menyimpan
perasaannya. Dia hanya bercerita mencurahkan hatinya dengan mbak Yeye. Tidak
pernah ditunjukan sama keluarganya. “Kalau keluar rumah sudah hihahihi kaya
orang gila gitu. Saya tau banget perasaannya dia nyesel banget, salah satu
tetangga yang sangsi sama Soimah karena kemampuannnya. Gak tau orang itu iri atau
gimana, ngomongin Soimah dan keluarga jelek, Seandainya Ibu masih ada mungkin
dia bisa banggakan orang tua, sehingga orang itu tau kalau Imah memang mampu.
Tapi dulu waktu Ibunya dipanggil Tuhan posisi Soimah belum seperti sekarang.”
jelas Yeye. (by: Devina)
***
Dia termasuk artis tingkat kabupaten. Kalau ikut
lomba-lomba dia selalu juara 1, sering diajak acara tujuhbelasan dan les nari
bareng. Pernah suatu ketika dapat undangan ke Rembang, lumayan memakan waktu 3
jam dari Banyutowo. Buat nari dan nyanyi dibayar 3000. Kami sudah bangga dengan
3 ribu rupiah itu karena biasanya malah tidak dibayar. Rombongan kesenian desa
kami naik bis di tengah perjalanan rodanya lepas satu.
Anak-anak lain kalau kenaikan kelas bisa beli sepatu
dan tas baru sedangkan Soimah kalau beli tas baru dan sepatu hasilnya didapat
dari nari dan mengumpulkan uang dari ketoprak tobong. Kalau berangkat sekolah
Yeye naik sepeda. Yeye juga sering ditumpangi Soimah..
“Kalo berangkat sekolah nebeng sepeda saya yang
mboncengin Yeye, berat sih, soalnya dia dulu besar” saut Soimah.
PUJI SETYA NINGRUM
18 tahun tidak ketemu. Temen SMP-nya satu bangku.
Cerita Tentang Soimah oleh Sahabatnya, Puji.
Menurut Puji sosok Soimah seperti: “Dia itu jail,
periang, biarpun ada masalah gak pernah ditunjukin orang2 tetap super ceria.”
(by: Mb Puji)
Cerita Soimah tentang sebuah Stepler:
Kalo aku sekolah selalu bawa stepler sama isinya, kalo
sekolah saya datang pagi banget. Piket bersih-bersih kelas sambil buat
mengerjakan PR soalnya di rumah hampir tak ada waktu buat belajar. jam 11 malam
masak ikan tunggu ikan dingin, jam 1 dini hari ngetos(air dari ikan ditirisin),
kalo tidur jam 2 lalu bangun jam 5 bantuin ibu berangkat pasar. Seakan-akan
kerja keras tertekan tapi ikhlas. Di sekolah balas dendam. Jiwa
kekanak-kanakannya keluar, buku-buku paket teman-teman saya selalu ditinggal di
laci. Nah, 10 halaman saya klip, 10 halaman lagi saya klip, biar pas ujian gak
nyontek.
Saya sempat iri sama Puji. Dia kan primaodona cantik.
Semua pada nggodain Puji nggak ada yang menggoda saya. Kalo cewek duduk kan
melengkung roknya tuh, terus saya iseng. Klip aja roknya dia, dari kolong meja
juga saya klip-klip, jadi ketika dipanggil guru “Puji”… grek.!! (Alias nggak
bisa bangun). (by: Soimah)
SOIMAH KARTINI MASA KINI
Wanita. Dalam bahasa jawa ada sebuah kerata basa yang menjelaskan bahwa wanita dari kata wani ditata. Artinya, wanita itu kodratnya harus berani dalam menghadapi segala hal, tak gentar dengan kerasnya masa, dan tak susah melawan keraguan. Wanita generasi muda adalah kartini-kartini masa depan. Dua pertanyaan Kartini yang menjadi dasar pemikirannya untuk memajukan kaum wanita,
1.
Apa sebab wanita
sampai dapat dijadikan objek kesenangan kaum pria, seakan-akan mereka tidak
punya pikiran dan pendapat atau perasaan sendiri?
2.
Dan sebaliknya, apa
sebab kaum pria sampai menganggap wanita sebagai sebuah “golek”, sebuah boneka
barang mati yang boleh diperlakukan semaunya, seolah-olah wanita itu bukan
sesame manusia?
Menurut Soimah, wanita sekarang tidak boleh berhenti
hanya cukup 3M saja (Masak, Macak, Manak). Secara implisit dari perkataannya,
wanita harus bisa dalam segala hal baik ruamh tangga, dapur, mengurus diri,
pendidikan, maupun ketrampilan lainnya terlebih dalam berkesenian.
Predikatnya sebagai artis hanya di layar kaca saja dan
di Jakarta, sedangkan kalau di rumah, ia kembali memenuhi tanggung jawabnya.
“Kalau di Jakarta jadi artis, kalo di rumah ya jadi ibu rumah tangga, jangan
menghilangkan jati diri ibu rumah tangga karena ada saatnya jadi artis. Ada
saatnya jadi ibu rumah tangga,” ucapnya.
Bekerja untuk nafkah merupakan keharusan bagi orang
dewasa. Wanita juga tidak boleh hanya bertopang dagu dan berpangku tangan saja.
Harus bisa berkarya dalam segala hal.
Bagi Soimah terus berkarya itu penting. Beliau pernah
berkata pada suatu ajang pencarian bakat saat mengomentari penari cilik asal
Bogor, sebut saja namnya Sandrina yang initinya bahwa dalam berkarya itu jangan
bosan-bosan buat trobosan baru. Kalau kita hanya menekuni satu bidang saja
bisa-bisa kedepannya kurang laku, harus banyak menggali potensi dalam diri
kita. Misal, punya bakat menari, jika sudah hebat dalam menari cari trobosan
lain entah nyanyi, musik, atau apa saja. Soimah mengambil contoh lain lagi,
Seorang mentalist ternama, Deddy Cobuzier dulu dia gondrong sekarang mengubah
penampilannya menjadi tak berambut. Nah, itu salah satu bentuk trobosan baru.
Ada banyak kesamaan antara dua tokoh yang saya angkat
ini, Soimah dan Kartini:
1. Mereka adalah wanita
jawa.
Kartini hanyalah manusia biasa bukan dewi yang tidak
dapat berbuat salah. Namun Kartini dilahirkan untuk menjadi seorang pemikir
bagi kaum wanita di negerinya. Tuhan Yang Maha Esa member karunia padanya sifat
yang luar biasa: berbudi luhur, cita-cita yang tinggi,kemauan keras, suka menolong,
dan mempunyai inner beauty yang selalu terpancar dalam sosoknya.
Pertanyaannya, apakah perjuangan Kartini telah
selesai? Apakah wanita Indonesia harus terus berjuang?
Kartini akan terus menamani langkah kita menuju bangsa
yang maju. Berjuang terus demi meningkatkan martabat wanita. Kartini selalu
memberi nyawa bagi banyak wanita Indonesia. Termasuk sosok sinden asal Pati
ini.
Sebagai wanita jawa, Kesamaan Soimah dengan Kartini
diantaranya sifat rendah hati, lemah lembut, tindak-tunduk wanita jawa meski
jika di panggung hiburan Soimah lebih dominan menampakan sikap keras dan banyak
tingkahnya. Tetap mempertahankan kebaya yang melekat tubuh rampingnya.
2. Mereka adalah wanita
yang periang, lincah, suka ketawa, dan dapat ,melupakan bahwa ia dikurung rapat.
Kata dikurung rapat ini masa kecil mereka banyak
tinggal di rumah. Kartini menjalani adat pingitan dimana seorang wanita yang
menginjak usia remaja tidak boleh main ke luar rumah serta hari-hari yang
membosankan, sedangkan Soimah menjalani kewajiban membantu ibunya berjualan
ikan meski hari libur sekalipun dan tak boleh bermain sebelum tugas rumah
selesai.
3. Masa kecil sering
mengasuh adik.
Adik Kartini bernama Roekmini dan Kardinah.
Adik Soimah bernama Nur Laila dan Sinta Fitriani.
4. Wanita dengan semanagt
juang yang tinggi.
Kartini berjuang keras untuk mencerdaskan kaum wanita
di negerinya. Sehinggah Kartini mendapat predikat dari para kaumnya sebagai
Pelopor Emansipasi Wanita. Nah, salah satu wujud emansipasi dilukiskan dalam
perjuangan Soimah. Soimah berjuang keras untuk bisa mengharumkan nama sinden di
Nusantara, yang era belakangan ini banyak yang menganggap kuno dan
menyepelekan. Sehingga Soimah mendapat sebutan sebagai Pesinden Republik
Indonesia.
Keteladanan antara dua tokoh tersebut mengajarkan kita
untuk menjadi wanita tangguh, punya
prinsip, dan mengutamakan pendidikan serta cinta terhadap seni budaya bangsa.
***
Kertas
Selembar kertas putih bersih nan suci akan tetap bisu
bila tak kita jamah sama sekali. Padahal jika mau menggoreskan sedikit tinta
saja, kertas itu akan member jawaban atas apa yang kita lakukan. Coba kamu
ambil selembar kertas HVS putih yang masih dalam tumpukan rim. Masih terlihat
halus dan bersih bukan. Anggap saja kertas itu barang berharga kita. Jika hanya
dilihat saja tak akan ada perubahan dari kertas itu meskipun melihatnya dari
sisi berbeda. Diputar, dibalik, ditiup wujudnya sama saja persegi panjang putih
dan bersih tanpa goresan.
Tak lama kemudian datanglah sebuah pensil mengajak
bercakap dengan kertas yang masih membisu.
Pensil: “Ku goreskandalam tubuhmu ini dengan rasa
semangatku. Puluhan lengkungan ini apakah sudah cukup membuatmu puas?”.
Kertas: “terimakasih… ini sangat mengasyikan.”.
Muncul lagi segerombol spidol penuh warna dan berkata
Spidol: “Kami juga siap memberi warna-warna ceria pada
jiwamu.”.
Kertas: “terimakasih… ini sangat mengasyikan.”.
Spidol: “ hey kertas putih, kau ternyata nyaman untuk
kami sehingga kami akan terus mewarnaimu.”.
Setelah spidol tadi berhasil mewarnai kertas,
datanglah tipe-x yang berniat akan menghapus semua warna dalam kertas itu.
Tetapi di sekitar situ masih banyak bahan-bahan yang mampu mendukung untuk
menjadikan sebuah gambaran yang bermakna. Ada krayon, gliter, dan bolpoint.
Mereka bersatu untuk menuangkan warna-warna dalam kertas itu. Alhasil
bahan-bahan itu mewujudkan tatanan gambar yang bermakna.
***
Hidup itu memang keras. Kita harus kejam dengan diri
kita. Jangan biarkan masa depan kita suram karena tak tau arah jalan yang
dituju. Mengenali hidup sama saja mengenali lingkungan sekitar. Kita harus
sadar sebagai makhluk sosial bahwa hidup harus saling berinteraksi.
Kita harus bisa bergaul dengan siapa saja. Dengan kita
banyak bergaul maka kehidupan ini akan menjawab siapa diri kita sebenarnya.
Diri kita punya komponen penting yang terdiri jadi 3 yaitu roh, jiwa, dan raga.
Semua besinergi jadi satu. Semua orang pasti berbeda tergantung bagaimana orang
itu mengenali dirinya dan mengasahnya. Ada yang merasa puas bila menekuni satu
hal saja tapi berharga. Ada juga yang selalu mencoba dan terus mencoba. Itulah
manusia.
Makna kehidupan itu juga tergantung pada pribadi
masing-masing. Mungkin menurut seorang sarjana yang kemudian berprofesi sebagai
pemulung itu akan bermakna dengan beranggapan yang penting kerja halal dan
ikhlas. Tapi mungkin menurut orang di sekelilingnya, pemulung itu tak punya
makna hidup, percuma sudah sarjana tapi hanya jadi pemulung. Jadi, makna hidup
itu muncul dari sisi yang berbeda dan bagaimana cara kita memaknainya. Jika
hidup kalian ingin bermakna teruslah bekerja, berdoa, berjuang, dan bersyukur.
Entah kita kelak jadi apa itu didasari bekal hidup dan pilihan kita.
Memang dalam hidup itu penuh warna ada yang gelap ada
yang terang seperti kumpulan spidol tadi. Warna-warna itu adalah salah satu
bentuk motivasi diri. Di situlah proses penyadaran diri terbentuk, diantaranya:
Individu menyadari bahwa orang lain menyukai pandangan
terhadap dirinya sebagai suatu pribadi.
Individu menyadari pandangan orang lain disertai
penilaian, ujian, dan kecaman.
Individu menyadari terhadap penilaian orang lain
positif/negative.
Namun saat semua warna itu membaur jadi satu, ada saja
hambatan seperti munculnya tipe-x yang berusaha menghalangi jalan kita. Dalam
hidup tak selamanya berjalan muluspasti ada banyak kendala. Misal ketika kita
menampilkan hasil karya kita ada saja yang mencaci-maki. Di situlah waktu yang
tepat untuk kita bangkit memberikan yang terbaik. Semua bisa dilalui jika kita
tetap mau berjuang.
Banyak bergaul sangat membantu kita menjadi lebih
baik. Tentunya dengan orang-orang yang mau merespek kita menuju arah maju. Jika
kita bergelut dibidang seni maka kita harus banyak bergaul dengan
seniman-seniman agar bakat seni kita kian terasah. Ingat, kita adalah makhluk
social Harus saling berbagi terlebih ilmu. Dengan banyaknya ilmu yang kita
bagikan maka kehidupan ini akan terasa lebih bergairah. Seperti dalam ilustri
tadi ada krayon, gliter, dan bolpoint. Bahan-bahan itu sangat member nyawa pada
kertas itu sehingga kertas itu menjadi indah penuh warna.
Dengan begitu ternyata banyak orang di sekitar kita
sangat mempengaruhi kesuksesan kita. Kita harus pintar-pintar memfilter baik
buruk lingkungan. Bila sebuah kertas tadi bisa menolaknya mengapa kita tidak.
Tak ada yang sulit dalam memahami diir kita. Jika hal itu dirasa menimbulkan
pengaruh positif yang besar untuk diri kita maka wajib dimasukan dalam 3
komponen yang sudah penulis jelaskan di atas. Jika pengaruhnya buruk hendaknya
cepat tinggalkan. Itu semua yang tahu diri kita sendiri.
Ada pepatah mengatakan “Sepintar-pintarnya psikolog
pun tidk lebih mengerti dirimu kecuali dirimu sendiri.” dan “Dukun mana yang
paling mandi tidak melawan diri sendiri.”. Percaya diri itu paling penting.
Kalau kita sudah bisa membuktikan siapa diri kita maka
dunia kita pasti berubah. Banyak dikenal orang tentu membuat kita akan tetap
meningkatkan kualitas lagi dan lagi. Terus begitu mengalirnya. Inilah arti
kehidupan sebenarnya.
Seperti kekaguman penulis dalam mengangkat cerita
hidup Soimah. Dia punya banyak kenalan dari kalangan bawah sampai kalangan
atas, dari seniman jalanan sampai seniman papan atas. Terkenal dengan sifat
mudah bergaul membuatnya lebih banyak mendapatkan pengalaman seni.
Mengasah, menggali, mencoba, dan terus mencoba itulah
hal yang selalu diterapkan Soimah dalam berkesenian. Walalupun banyak yang
memandang sebelah mata dan mencaci-maki, Soimah tetap menganggap angin lalu
saja.
Hal seperti itu pasti dialami setiap insane yang
kerjanya sungguh-sungguh jadi jangan terlalu dipikirkan yang penting terus maju
menerobos apa yang kita mau.
Sekarang Soimah bisa menunjukan pada dunia dengan
talenta yang ia miliki. Suaranya yang khas member warna hingga ke pelosok
nusantara bahkan dunia. Dulunya dia bukan siapa-siapa sekarang siapapun
mengenalnya. Dulunya hanya kertas putih biasa sekarang lukisan yang bermakna.
Dunia telah berubah.
Roda
Konon katanya hidup ini seperti roda, ada kalanya
diatas, ada kalanya kita berada dibawah. Namun dimata Tuhan semua sama, tidak
peduli status sosial kita seperti apa. Jatuh bangun, sedih bahagia, susah
mudah, adalah hal-hal yang mungkin saja kita alami sepanjang perjalanan hidup
kita.
Seperti roda yang berputar, kadang posisinya diatas
kadang juga harus dibawah, berpijak pada tanah. Begitu juga dengan hidup kita,
pada suatu masa kita diberi nikmat akan kedudukan yang tinggi, tetapi di lain
waktu bisa saja kita terjatuh hingga ke dasar.
Berputar menapaki jaman-jaman yang belum terjamah oleh
waktu. Bersama dengan energi mengitari jeruji nasib. Nasib manusia adalah
takdir yang Kuasa. Kitalah yang berusaha. Seperti dalam analogi kertas tadi,
Roda kehidupan juga berperan penting dalam takdir ini. Takdir terbagi menjadi
dua golongan. Takdir yang paten atau tak dapat lagi diubah karena memang
kehendak Tuhan dan takdir yang bisa diubah dengan kerja keras hambanya, misal
kepinteran, miskin menjadi kaya, kurus menjadi gendut. Kalau kita mau berusaha
pasti kita bisa merubah takdir yang lebih baik. Kesuksesan bukan karena bejo
melainkan karena kerja keras. Banyak yang bilang orang itu bejo bisa terkenal
karena banyak kenalan, banyak uang bisa melakukan apa aja biar bisa terkenal.
Tapi harus kita ketahui kesuksesan yang sejati datang dari jerih payah kita sendiri.
Dunia ini berputar pada porosnya. Pagi siang sore
malam begitu seterusnya. Berbagai aktivitas kita lakukan. Malaikat selalu
menjadi saksinya dan Tuhanlah hakimnya. Banyak diantara kita yang
menyia-nyiakan waktu dalam roda kehidupan. Bagi mereka yang menyia-nyiakan itu
seperti mayat hidup, tak tau arah tujuan. Tapi banyak pula orang yang selalu
berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan demi merubah nasib menjadi lebih baik.
Karena mereka yakin roda pasti berputar. Semula di bawah tak selamanya di bawah
suatu saat pasti di atas seiring berjalannya waktu. Asalkan kita tetap bekerja
keras dan menghargai proses baik hardskill maupun softskill. Seperti kata
Soimah,
“Seseorang perlu mencapai sesuatu itu perlu proses,
bukan yang tiba-tiba”
“Hargai proses”
Soimah dulu juga menjalani hidup penuh dengan kerja
keras. Apapun pekerjaannya yang penting halal dan ikhlas. Soimah mengajarkan
kita untuk tetap menghargai proses walaupun suksesnya kita sekarang dulunya
dengan proses. Proses panjang punya banyak cerita suka dan duka. Roda memang
telah memutar kehidupan ini. Sinden ndesit bermata sipit ini sangat menanamkan
sikap gesit dalam hidupnya. Hal ini perlu kita teladani. Dengan kita gesit jadi
pandai mengatur waktu dan kita menjadi insan yang disiplin. Kehidupan sangat
suka dengan orang yang disiplin pandai mengatur waktu, dengan pandai mengatur
waktu maka proses kita akan terus mengiringi kita dalam putaran masa.
Selamat berproses dalam roda
kehidupanJ
Nama : Megawati B.E.T
Kelas : 1EA11
NPM : 14216346
Falkutas : Ekonomi
Jurusan : Manajemen
Ilmu Budaya Dasar Tugas 3
Kelas : 1EA11
NPM : 14216346
Falkutas : Ekonomi
Jurusan : Manajemen
Ilmu Budaya Dasar Tugas 3
Universitas Gunadarma