Jumat, 04 November 2016

Cerpen Remaja


REGREAT


Anne Zara Feodora. Itulah namaku. Nama pemberian orang tuaku yang sudah berada di atas sana. Yang sudah tenang disana. Aku sangat suka nama itu, nama yang selalu mengingatkan ku pada kehangatan keluargaku dulu. 

Aku tinggal dengan bibi dan paman ku di salah satu Kota di Bandung. Kota yang sangat sejuk dan menenangkan jiwa saat senja. 

Aku mempunyai seorang sahabat, sahabat yang selalu memberiku semangat dan motivasi untuk tidak menyerah dan mengeluh pada kerasnya hidup. 

Ya namanya Jevan Dwi Arya. Orang yang selalu memarahi ku saat aku sudah salah arah. Dia lah segalanya bagiku. Aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi selain Jevan yang mengisi hariku. Ia pernah mengatakan pada ku saat aku sedang berada di titik terpuruk yaitu:

"Be like candle. It dances even in the darkness." 

Ya kita harus seperti lilin, ia tetap menari walau di dalam kegelapan. Ia tetap bercahaya walau gelap telah menyeruap, karna ia tahu bahwa ia harus tetap memberi pencahayaan pada dirinya maupun orang lain untuk tidak larut dalam gelapnya kehidupan.

Aku dan Jevan sekarang sudah menginjak kuliah semester 3 di ITB. Kita saling membantu saat mengerjakan soal-soal yang rumit. Jevan sudah seperti kakak bagiku. Kakak yang amat ku sayang.

Saat ketika di tengah hujan yang sangat deras, ia menyatakan cintanya kepadaku. Ia menyatakan dengan kesungguhan hati dan terlihat sangat tulus saat mengucapkan kalimat 

"Anne aku sangat mencintaimu, aku tidak bisa kalau hanya menjadi sahabatmu ne." 

Aku terpaku saat itu juga, aku tidak pernah berpikir bahwa Jevan mempunyai perasaan lain padaku. Dengan sangat hati hati aku menjawab

"Maaf Jevan aku sudah menganggapmu seperti kakakku. Teramat maaf aku tidak bisa menerimu. Aku sudah nyaman menjadi sahabatmu." 

Aku berlalu pergi dan tepat saat ku berbalik arah, Jevan menggenggam jemariku, membuat jantung ini berdetak tidak karuan. Aku menyukai Jevan. Menyukai bagaimana dia bertindak, menyukai bagaimana dia melindungiku, menyukai bagaimana dia selalu berada di sampingku saat suka maupun duka, Saat semua meninggalkan ku, saat itu juga dia menegaskan ku bahwa di dunia memang menuntut kita untuk terus melawan pada kejamnya kehidupan. Tapi saat hari itu berbeda. Aku seperti merasa ada yang beda di hatiku tapi langsung ku tepis perasaanku saat itu juga.

Aku menghadap lagi ke arahnya, aku tidak berani menatap iris matanya, aku hanya menatap kosong kedepan, tepat saat itu juga Jevan mencium pipi ku dan berkata

"Anne aku tidak akan menyakitimu, percayalah aku akan selalu di sampingmu." 

Untuk kedua kalinya ritme jantungku berdegub tidak normal. 
"Aku tidak bisa menerimamu sebagai kekasih Jevan, aku tidak bisa pergi jauh darimu kalau suatu saat nanti kita putus, aku tidak mau kita saling membenci." 

"Tidak Anne, aku berjanji tidak akan meninggalkanmu jikalau kita sudah putus."

Aku tidak menjawab pernyataan itu, aku langsung berlari menjauh dari Jevan, aku tidak tahu harus berkata apalagi. Sesuatu cairan hangat juga mengalir deras di pipiku. Aku tidak menghapusnya karna hujan menutupi itu semua. Terimakasih hujan, berkatmu aku bisa menangis tanpa ada orang yang tahu.

Setelah semua kejadian di bawah derainya hujan tersebut, Jevan menghilang dari hidupku menghilang entah kemana. Aku mencari informasi kesana sini dan jawabannya Nihil, tidak ada yang tahu juga dimana keberadaan Jevan saat ini. Aku selalu menyesal mengapa waktu itu aku tidak membalas perasaannya, mengapa tidak ku coba untuk menjadikannya lebih spesial dari sekedar sahabat. 

Maafkan ku Jevan.
Dariku untukmu yang berada disana, aku sangat merindukanmu dan aku terlalu bodoh baru menyadari betapa berartinya dirimu.

Jikalau bisa waktu terulang kembali, aku tidak akan menolak ia saat  menyatakan cintanya, saat dimana ia menyatakannya dengan kesungguhan hati dan tulus terlihat dari binar matanya.

Sejuta maaf Jevan. Aku sudah mengabaikanmu, mengabaikan rasa cintamu, mengabaikan perasaanmu. 

Maaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar